LOC & FP berdasarkan code front end atau back end

Pada hari selasa kemarin ,saya mengikuti mata kuliah rekayasa perangkat lunak. disitu dosen saya menjelaskan kepada saya , yang salah satunya adalah tentang perhitungan biaya developt software berdasarkan baris kode ( LOC ) dan fungsi ( FOC ). pengembangan software ditanah air setiap tahun kian meningkat mengikuti tuntutan akan kebutuhan orientasi bisnis terhadap pelayanan customer dari para perusahaan perusahaan yang bersaing.

dari kebutuhan kebutuhan akan tekhnologi informasi itu mendorong para konsultan dan software house berlomba lomba dalam pangsa pasar dalam pemenuhan tekhnologi informasi , yang salah satunya adalah pemenuhan akan piranti perangkat lunak. perangkat lunak pun dikategorikan dari yang ukurannya kecil dan stand alone hingga yang kompleks dan multiuser bahkan online realtime. dari ukuran kekompleksitasan pengembangan perangkat lunak tersebut nanti akan dihitung biaya untuk pembuatan atau pengembangan software.

dalam pembuatan perangkat lunak dengan komplesitas kecil baik yang stand alone atau jaringan biasanya untuk kode yang dihitung adalah dari sisi frond endnya. tapi untuk pengembangan dan pembuatan perangkat lunak dengan kompleksitas yang tinggi dan kebutuhan transaksi pastinya dalam pengembangannya membutuhkan front end dan back end yang tangguh. misalnya back end yang digunakan untuk transaksi online real time biasanya menggunakan database sekelas oracle yang kita kenal bahwa oracle adalah database tangguh yang memiliki pemograman di dalam oracle sendiri seperti pembuatan procedure , function, trigger dan lain lain yang merupakan baris-baris code. jika kita melihat LOC dan FP maka akan timbul pertanyaan untuk pengembangan aplikasi yang kompleksitasnya tinggi, apakah baris code untuk back end akan dihitung juga seperti baris code pada front end nya ?

Sejarah rekayasa perangkat lunak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Rekayasa perangkat lunak telah berkembang sejak pertama kali diciptakan pada tahun 1940-an hingga kini. Fokus utama pengembangannya adalah untuk mengembangkan praktek dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas para praktisi pengembang perangkat lunak dan kualitas aplikasi yang dapat digunakan oleh pemakai.

1945 – 1965 : Awal

Istilah software engineering digunakan pertama kali pada akhir 1950-an dan awal 1960-an. Saat itu, masih terdapat debat tajam mengenai aspek engineering dari pengembangan perangkat lunak.

Pada tahun 1968 dan 1969, komite sains NATO mensponsori dua konferensi tentang rekayasa perangkat lunak, yang memberikan dampak kuat terhadap perkembangan rekayasa perangkat lunak. Banyak yang menganggap bahwa dua konferensi inilah yang menandai awal resmi profesi rekayasa perangkat lunak.

1965 – 1985 : Krisis perangkat lunak

Pada tahun 1960-an hingga 1980-an, banyak masalah yang ditemukan para praktisi pengembangan perangkat lunak. Banyak projek yang gagal, hingga masa ini disebut sebagai krisis perangkat lunak. Kasus kegagalan pengembangan perangkat lunak terjadi mulai dari projek yang melebihi anggaran, hingga kasus yang mengakibatkan kerusakan fisik dan kematian. Salah satu kasus yang terkenal antara lain meledaknya roket Ariane akibat kegagalan perangkat lunak.

1985 – kini: tidak ada senjata pamungkas

Selama bertahun-tahun, para peneliti memfokuskan usahanya untuk menemukan teknik jitu untuk memecahkan masalah krisis perangkat lunak.

Berbagai teknik, metode, alat, proses diciptakan dan diklaim sebagai senjata pamungkas untuk memecahkan kasus ini. Mulai dari pemrograman terstruktur, pemrograman berorientasi object, perangkat pembantu pengembangan perangkat lunak (CASE tools), berbagai standar, UML hingga metode formal diagung-agungkan sebagai senjata pamungkas untuk menghasilkan software yang benar, sesuai anggaran dan tepat waktu.

Pada tahun 1987, Fred Brooks menulis artikel , yang berproposisi bahwa tidak ada satu teknologi atau praktek yang sanggup mencapai 10 kali lipat perbaikan dalam produktivitas pengembangan perangkat lunak dalam tempo 10 tahun.

Sebagian berpendapat, no silver bullet berarti profesi rekayasa perangkat lunak dianggap telah gagal. Namun sebagian yang lain justru beranggapan, hal ini menandakan bahwa bidang profesi rekayasa perangkat lunak telah cukup matang, karena dalam bidang profesi lainnya pun, tidak ada teknik pamungkas yang dapat digunakan dalam berbagai kondisi.